Tuesday, April 19, 2016

Perbandingan Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Masa Konstitusi (republik Indonesia Serikat (RIS) dan pada masa Pasca Amandemen



I.                  Pendahuluan
Konstitusi merupakan hal yang sangat penting dan vital dalam suatu pemerintahan dengan diberlakukannya dan disahkannya konstitusi yang membentuk Republik Indonesia, ini merupakan pertanda yang jelas bahwa negara ini dimaksudkan sebagai negara konstitusional yang menjamin kebebasan rakyat Indonesia untuk memerintah diri sendiri, usaha bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat untuk membentuk pemerintah sendiri yang sah serta usaha menjamin hak-haknya sambil menentang penyalahgunaan kekuasaan hanya dapat dilakukan dalam kerangka negara konstitisional, pembentukan negara konstitusional merupakan bagian dari upaya mencapai kemerdekaan, karena hanya dalam kerangka kelembagaan ini dapat dibangun masyarakat yang demokratis.
Konstitusi bisanya digunakan paling tidak dalam dua pengertian,pertama, kata ini digunakan dalam penggambaran seluruh sistem ketatanegaraan suatu negara, kumpulan peraturan-peraturan yang mendasari dan mengatur atau mengarahkan pemerintahan. Kumpulan peraturan tersebut bisa berasal dari peraturan yang legal atau non legal. Di hampir semua negara di dunia, sistem ketatanegaraan berisi campuran dari peraturan legal dan non legal yang biasa disarikan dan disebut dengan Konstitusi. Kedua,konstitusi dengan pengertian yang lebih sempit, tidak berisi kumpulan peraturan legal non legal, namun lebih spesifik dan merupakan hasil seleksi dari pengertian konstitusi pertama. Pengertian kedua inilah yang kerap dugunakan pada konstitusi di berbagai negara di dunia.
Indonesia sendiri pernah menggunakan beberapa konstitusi sejak masa kemerdekaan1945 silam. Konstitusi yang pertama dan menjadi dasar yakni Undang-Undang Dasar 1945 atau sebagian kalangan menyebutnya dengan Undang-undang Proklamasi. Selanjutnya terdapat Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dimana konstitusi ini mendasari adanya perubahan pada bentuk negara yang semula negara kesatuan menjadi negara federal empat tahun tahun setelah kemerdekaan 1945, namun, perubahan bentuk negara diara tidak cocok dengan hakekat perjuangan bangsa indonesia yang sejak awal menghendaki adanya persatuan dari penjuru ke penjuru Indonesia, hal inilah yang menbuat Konstitusi RIS hanya bertahan selama satu tahun, dimana pada tahun 1950 dibentuk Undang-Undang Dasar Sementara dengan tujuan merubah sistem negara federal kembali ke negara kesatuan dan menyongsong adanya konstitusi baru dengan membentuk badan konstituante. Rupanya setelah lebih dari satu windu dioperasikan, UUDS 1950 dengan badan Konstituantenya tidak mampu membentuk konstitusi yang baru, hingga muncul dekrit presiden guna mengembalikan UUD 1945 sebagai Konstitusi saat itu.
Selama lebih dari empat dekade setelah ditetapkan kembali, UUD 1945 dirasa mesih perlu penggenapan dari sudut substansi, meskipun pada awalnya muncul polemik terkait dengan sifat sakralnya suatu konstitusi, namun dengan rasionalisasi yang kuat UUD 1945 berhasil mengalami perubahan periode 1999 hingga tahun 2002. Empat perubahan yang disebut amandemen konstitusi ini merupakan buah dari pembenahan atas subtansi konstitusi-konstitusi sebelumnya. Sehubungan dengan itu penting disadari bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia setelah Perubahan Keempat UUD 1945 itu telah mengalami perubahan-perubahan yang sangat mendasar. Perubahan-perubahan itu juga mempengaruhi struktur dan mekanisme struktural organ-organ negara Republik Indonesia yang tidak dapat lagi dijelaskan menurut cara berpikir lama.
Banyak pokok-pokok pikiran baru yang diadopsikan ke dalam kerangka UUD 1945 itu. Empat diantaranya adalah (a) penegasan dianutnya citademokrasi dan nomokrasi secara sekaligus dan saling melengkapi secara komplamenter; (b) pemisahan kekuasaan dan prinsip “checks and balances’ (c) pemurnian sistem pemerintah presidential; dan (d) penguatan cita persatuan dan keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam tulisan ini bermaksud membandingkan sistem ketatanegaraan dari dua konstitusi berbeda yang pernah digunakan di Indonesia, kedua konstitusi tersebut ialah Konstitusi RIS dengan UUD 1945 setelah amandemen. Objek perbandingan dalam tulisan ini  yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada masa konstitusi RIS dan DPR pada masa UUD 1945 Pasca Amandemen Hal yang menarik dalam membahas DPR dari kedua konstitusi tersebut ialah adanya  perubahan yang sangat dominan dimana pada masa Konstitusi RIS sistem pemerintahan Indonesia berubah dari sistem presidensil menjadi sistem parlementer kemudian dalam konstitusi RIS adanya perubahan dari negara kesatuan menjadi negara federal/ serikat.

II.               Pembahasan

      A.    Periode Berlakunya Konstitusi RIS 1949 dan Lembaga DPR Pada Masa Konstitusi RIS
Konstitusi RIS 1949
Masa konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) merupakan saat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Masa ini merupakan periode ke-II dalam sejarah perubahan Undang-Undang Dasar Indonesia. Periode ini berlangsung dari tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, dalam periode ini Negara Indonesia menjadi Negara Serikat. Konstitusi Republik Indonesia Serikat tindak lanjut dari Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan tiga buah persetujuan, dan salah satunya adalah mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat. Pada Republik Indonesia Serikat terdapat keistimewaan pada lembaga negaranya, yakni dengan adanya Senat yang mewakili daerah bagian.
Perubahan bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanaya penggantian UUD, sehingga disusunlah naskah UUD RIS & dibuat oleh delegasi RI serta delegasi BFO pada KMB. UUD yg diberi nama Konstitusi RIS tersebut mulai beelaku tgl 27 Desember 1949, yg terdiri atas Mukadimah berisi 4 alinea, Batang Tubuh yg berisi 6 bab & 197 pasal, serta sebuah lampiran. Mengenai bentuk negara dinyatakan dlm pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yg berbunyi 'Republik Indonesia Serikat yg merdeka & berdaulat adalah negara hukum yg demokratis & berbentuk federasi'. Dgn berubah menjadi negara serikat, maka di dlm RIS terdapat beberapa negara bagian & masing-masing memiliki kekuasaan pemarintahan di wilayah negara bagiannya. Negara negara bagian itu adlh : Negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Sumatera Timur, Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula satuan kenegaraan yg berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah , Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimntan Tenggara & Kalimantan Timur. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku hanya untuk negara bagian RI yg meliputi Jawa & Sumatera dengan ibu kota Yogyakarta.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat sifatnya adalah sementara
Untuk memparsiapkan Undang –undang Dasar Negara Federasi yang akan didirikan pada tanggal 27 Desember 1949, oleh delegasi RI besama-sama dengan delegasi BFO telah disusun sebuah Rencana Konstitusi. Rencana ini kemudian dimintakan persetujuanya kepada Komite Nasinal Pusat dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah yang kemudian akan menjadi negara bagian atau daerah yang tegak berdiri sendiri, untuk kemudian disahkan dan ditetapkan menjadi UUD RIS atau yang biasa disebut dengan konstitusi RIS.
UUD ini, seperti halnya dengan UUD 1945, ternyata dimaksudkan pula untuk bersifat sementara, mesipun namanya tidak menggunakan istilah “sementara”. Sifat sementara daripada Konstitusi RIS dapat kita lihat dari pasal 186 yang menentukan bahwa : Konstituante bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi RIS. Sifat kesementaraan ini, kiranya adalah disebabkan karena pembentuk UUD merasa dirinya belum reresentatif untuk menetapkan sebuah UUD, selain daripada itu disadari pula bahwa pembentukan  UUD ini dilakukan dengan tergesa-gesa sekedar untuk segera dapat dibentuk memenuhi kebutuhan sehubungan akan dibentuknya negara federal. Itulah sebabnya maka menurut Konstitusi RIS itu sendiri bahwa menurut rencananya dikemudian hari akan debentuk sebuah badan Konstituante yang bersama-sama Pemerintah untuk menetapkan UUD yang baru sebagai UUD yang tetap.

Bentuk Negara Federal
Bahwa Negaranya berbentuk federal, ditegaskan di dalam Mukaddimahnya, selain itu adapula penegasan di dalam pasal 1 ayat (1) Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dalam alenia III mengemukakan antara lain: “Maka demi ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam Negara yang berbentuk republic federasi. Pasal 1 ayat (1) menentukan : “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu Negara hokum yang demokrasi dan berbentuk federasi.”
Sistem Pemerintahan Negara Menurut KRIS 1949
Menurut Pasal 1 ayat 2 KRIS 1949 “Kekuasaan kedaulatan Frase Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat.”Ketiga lembaga Negara pemegang kedaulatan itu dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai wewengan untuk membentuk undang-undang secara bersama-sama tersebut apabila menyangkut hal-hal khusus, mengenai satu, beberapa atau semua daerah bagian atau bagiannya ataupun yang khusus mengenai hubungan antara Republik Indonesia Serikat dan daerah-daerah yang tersebut dalam Pasal 2 KRIS 1949.
Adapun undang-undang yang tidak termasuk hal tersebut di atas pembentukannya cukup antara pemerintah dengan DPR saja. Selanjutnya yang dimaksud dengan pemerintah menurut KRIS adalah Presiden dengan seorang atau beberapa menteri. Di dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, presiden tidak dapat diganggu gugat. Yang bertanggung jawab untuk kebijaksanaan pemerintahan adalah di tangan menteri-menteri, baik secara bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Dilihat dari segi tanggung jawab menteri-menteri di atas, dapat disimpulkan bahwa KRIS menganut sistem pemerintahan Parlementer, yakni menteri-menteri baik secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada Parlemen (DPR). (Dasril Radjab,1994:98)
Yang dimaksud dengan “Pemerintah” menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para menteri, yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum mereka itu (pasal 68 ayat(2)).
Tugas penyelenggaraan pemerintahan federal dijalankan oleh Pemerintah. Pemerintah menyelenggarakan kesejahteraan Indonesia dan teristimewa menyusun , supaya Konstitusi, undang-undang federal dan peraturan-peraturan lain yang berlaku untuk Republik Indonesia Serikat, dijalankan (pasal 117). Di dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara ini, Presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi tanggung jawab kebijaksanaan pemerintah adalah di tangan menteri-menteri, baik secara bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri (pasal 118).
Legislatif (DPR) dalam Konstitusi RIS
Republik Indonesia Serikat (1949 – 1950) menganut sistem bikameral dalam lembaga perwakilan rakyatnya. Dalam Konstitusi RIS, terdapat 2 badan legislative dibawah keparlemanan yaitu, Senat dengan jumlah anggota 32 orang dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan jumlah anggota 150 orang, yang 49 orang di antaranya dari Republik Indonesia yang berpusat di Jogjakarta.
Legislatif mempunyai beberapa fungsi yaitu fungsi Legislasi, Budgeting, dan Monitoring.
Dalam fungsi legislasi atau pembuatan undang – undang terdapat 2 cara menurut Konstitusi RIS, yaitu :
1.         Pemerintah bersama DPR dan Senat. Undang – Undang yang dibentuk oleh 3 lembaga ini dibentuk berdasarkan ketentuan dalam pasal 127 huruf a. Undang – undang yang dibentuk oleh Pemerintah bersama DPR dan Senat mengatur tentang daerah bagian atau bagiannya hubungan antara RIS dengan daerah – daerah bagian. Selain itu berdasarkan pasal 190, terdapat pula UU yang dibentuk Pemerintah bersama DPR dan Senat, tetapi prosedurnya berbeda dengan pembentukan UU menurut pasal 127. UU yang dimaksud adalah UU tentang perubahan konstitusi.
2.         Pemerintah hanya bersama DPR. Undang – Undang yang dibentuk oleh 2 lembaga ini hanya UU yang berkenan dengan hal – hal yang termasuk dalam pasal 127 huruf b.
Dalam pengesahan perundang – undangan selain ditandatangani oleh Presiden juga ditandatangani oleh Menteri yang langsung bertanggung jawab terhadap materi UU tersebut sebagai contrasign.
DPR dan Senat mempunyai hak budget untuk membahas, menyetujui, atau menolak APBN yang diajukan oleh pemerintah,
Dari segi Monitoring Legislatif dalam konstitusi RIS juga mempunyai beberapa hak dan wewenang yaitu, hak bertanya dan hak interplasi (Pasal 120) dan hak angket (Pasal 121). Akan tetapi tidak mempunyai hak mosi untuk menjatuhkan presiden dan kabinetnya (Pasal 122). Di dalam Konstitusi RIS, Kekuasaan legislative yang seharusnya dilaksanakan presiden dan DPR, justru lebih banyak dilaksanakan DPR dan Senat.
Berikut lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS :
a. Presiden
b. Menteri-menteri
c. Senat
d. DPR
e. MA
f. Dewan Pengawas Keuangan

      B.     Periode berlakunya UUD 1945 setelah Amandemen dan Lembaga DPR Setelah  Amandemen
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia adalah lembaga negara yang telah diberikan tugas dan wewenang tertentu oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perjalanannya Undang-Undang Dasar 1945 telah diganti oleh konstitusi RISdan kemudian UUDS 1950 setelah itukembali lagi kepada Undang-Undang Dasar 1945. Setelah tahun 1999 terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama, kemudian disusul yang kedua tahun 2000, ketiga tahun 2001 dan keempat tahun 2002. Ada beberapa tugas dan wewenang DPR dalam UUD yang harus diatur dengan jelas untuk menghindari kesalahan dalam bernegara. Namun secara umum, keberadaan DPR saat ini sebagai lembaga legislatif dalam tata negara Indonesia telah menjadi lebih baik ketimbang posisi serta eksistensinya pada masa sebelumnya.
Konsep Lembaga Perwakilan
Untuk membahas lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia maka harus dijelaskan bagaimana konsep lembaga perwakilan rakyat sehingga dapat mengatasnamakan rakyat dan bagaimana perubahan konsep lembaga perwakilan yang ada setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga dapat dijelaskan apakah Dewan Perwakilan Rakyat dapat digolongkan ke dalam lembaga perwakilan rakyat atau bukan. Lembaga Perwakilan atau yang lebih sering disebut representative institutionadalah lembaga yang mewakili rakyat dalam melakukan fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Tugas dan wewenang yang dijalankan setiap lembaga perwakilan rakyat di dunia adalah sebagai berikut:
1. Sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mengawasi jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan eksekutif agar kekuasaan pemerintah tidak menindas rakyat sehingga kekuasaan tidak dijalankan secara sewenang-wenang.
2. Sebagai pemegang kekuasaan legislatif untuk menjalankan keinginan rakyat dan diimplementasikan dalam undang-undang dan juga sebagai pembuat Undang-Undang Dasar (supreme legislative body of some nations
Konsep Lembaga Perwakilan di Indonesia
Perkembangan konsep lembaga perwakilan di Indonesia dimulai sejak tahun 1945. Secara filosofis DPR merupakan perwujudan seluruh rakyat di Indonesia. DPR secara yuridis menurut pasal 20 UUD 1945 merupakan lembaga negara pemegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Berdasarkan pasal 20A UUD 1945, Dewan Perwakilan Rakyat memiliki 3 (tiga) fungsi, yaitu:
1.      Fungsi legislasi;
Fungsi legislasi merupakan fungsi paling dasar dari sebuah lembaga legislative. Fungsi yang dimiliki ini bertujuan agar DPR dapat membentuk peraturan perundang-undangan yang baik. Kegiatan legislasi selalu identik dengan proses pembentukan sebuah undang-undang. Melalui DPR aspirasi masyarakat ditampung, kemudian dari kehendak rakyat tersebut diimplementasikan dalam undang-undang yang dianggap sebagai representasi rakyat banyak.
2.      Fungsi anggaran;
Selain membuat produk perundang-undangan DPR juga berfungsi menyusun anggaran Negara. DPR bersama presiden menyusun anggaran dalam RAPBN yang nantinya dijadikan Undang-undang tentang anggaran penerimaan dan belanja Negara. Dalam susunan keanggotaan DPR sendiri ada panitia anggaran sebagai divisi khusus yang mengurusi anggaran Negara.
3.      Fungsi pengawasan.
DPR sebagai lembaga legislative yang dianggap sebagai representasi masyarakat mempunyai tugas untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Pemerintahan dilaksanakan oleh eksekutif. Dalam hal melakukan pengawasan terhadap eksekutif DPR mempunyai wewenang untuk melakukan hak angket dan hak interpelasi. Pengawasan yang dilakukan terkait dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintah (eksekutif). Eksekutif sebagai pelaksana undang-undang memang harus mendapatkan pengawasan. Sebuah lembaga Negara yang tidak mendapatkan pengawasan maka akan memungkinkan munculnya penyalahgunaan wewenang.
Semoga dengan adanya tulisan ini dapat memberikan gambaran bagi anda untuk mengetahui fungsi DPR. DPR sebagai lembaga Negara (yang seharusnya) terhormat hendaknya tidak memperpanjang daftara kekecewaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat Sesudah Amandemen UUD 1945
Pada tahun 1998 telah terjadi peristiwa yang mengubah tatanan ketatanegaraan Republik Indonesia dengan mundurnya Presiden Soeharto. Setelah itu terjadilah Pemilihan Umum tahun 1999 yang diikuti oleh 48 partai politik akhirnya terbentuklah anggota DPRD, DPR, dan anggota MPR baru. Pada Sidang Tahunan 1999, UUD 1945 diubah dengan Amandemen pertama UUD 1945 terutama pasal mengenai masa jabatan presiden, beberapa kewenangan Presiden yang dialihkan dan dibantu oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar 1945 kembali diubah. Perubahan Undang-Undang Dasar ini lebih menekankan pada Hak Azasi Manusia, yang menjadi konsentrasi pembahasan untuk dimuat pada saat itu Tahun 2001 kembali terjadi perubahan Undang-Undang Dasar melalui Sidang MPR. Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 pun disahkan dengan menekankan pada perubahan kedaulatan rakyat dan perubahan ini menjadi pijakan untuk Amandemen IV UUD 1945. Perubahaan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan untuk mencapai karakteristik perjanjian sosial antara negara dengan masyarakat dan perubahan tersebut membawa dampak yang sangat besar bagi Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga perwakilan.
Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat
Perubahan ketiga UUD 1945 telah menempatkan DPR dalam posisi sebagai lembaga negara lebih spesifik selain juga memiliki beberapa kewenangan. Dalam hal keangotaan anggota DPR dipilih melalui  pemilihan umum dengan susunan yang akan diatur melalui UU. Hal tersebut menunjukkkan keanggotaan DPR mutlak melalui pemilihan dan tidak ada lagi yang melalui pengangkatan. Selain itu, DPR harus bersidang sedikitnya sekalu dalam setahun.
            Dalam kewenangannya, DPR memiliki kewenangan legislative, yakni memegang kekuasaan membentuk UU. Konsekuensi dan Implikasi dari pergeseran itu adalah DPR harus proaktif dalam proses pembentukan UU. Sikap proaktif tersebut  juga telah diwujudkan antara lain dengan pembentukan Badan Legislasi DPR yang khusus menangani masalah pembuatan UU, selain hak penggunaan hak usul inisiatif DPR, baik oleh anggota-anggota DPR maupun melalui komisi atau gabungan komisi.
            Selain kewengan tersebut, terdapat fungsi pengawasan dari DPR, yaitu berupa hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Terutama tampak pada pembatasan terhadap beberapa hak prerogatif Presiden, yang sebelumnya tidak melibatkan DPR sekarang harus dikonsultasikan terlebih dahulu atau mendapat persetujuan/ pertimbangan DPR. Perubahan tersebut terlihat dalam hal pengangkatan pejabat-pejabat negara dan pejabat publik yang memerlukan persetujuan DPR. Demilian juga dalam hal pangangkatan duta besar RI, Presiden menerima penempatan duta besar negara lain, serta pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden, semuanya harus melalui pertimbagan DPR. Kewenangan dibidang pengawasan diperkuat dengan penerapan hak subpoena, yaitu hak memanggil seseorang, disertai dengan ancaman pidana bagi yang tidak  memenuhi pemanggilan tersebut
            Kewenangan DPR yang secara khusus bersinggungan dengan kewenangan presiden tercatat ada lima kewenangan , yaitu membentuk UU yang dibahas bersama untuk mendapatkan persetujuan , memberikan persetujuan atas perpu, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU APBN dan kebijakan pemerintah, memberikan pertimbangan kepada presiden untuk mengangkat duta, menerima penempatan duta negara lain dalam memberikan amnesti dan abolisi, dan memberikan persetujuan kepada presiden untuk menyatakan perang , membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, serta membuat perjanjian internasional lainya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau pembentukan UU.
            Kewenangan DPR yang secara khusus bersinggungan dangan DPD tercatat paling  tidak ada tiga, yaitu menerima dan membahas usulan RUU yang diajuakan oleh DPD yang berkaiytan dengan bidang tertentu, memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama, serta membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan DPD terhadap pelaksanaan UU mengenai Otonomo Daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alamdan sumbar daya ekonomi lainya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama.
            Dalam menetapkan APBN bersama DPR harus mempertimbangkan pertimbangan DPD. Kewenangan DPR untuk memilih anggota BPK pun bersinggungan dengan BPK dan DPD. Dalam memilih anggota BPK, DPR harus memperhatikan pertimbangan DPD. Dalam membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan BPK, DPR bersiggungan dengan BPK dan Presiden.
            Dalam memberikan persetujuan atas pengangkatan anggota Komisi Yudisial, DPR bersinggungan dengan Komosi Yudisial dan Presiden. Selain itu, dalam memberikan persetujuan terhadap calon hakim agung DPR bersinggungan dengan Komisi Yudisial, Presiden, dan MA. Kewenagan DPR mengajukan tiga hakim konstitusi bersinggungan dengan Presiden dan MK kerena DPR yang akan menetapkan hakim konstitusi.
            Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai lembaga perwakilan rakyat yang menjadi salah satu bagian dalam sistem politik Indonesia. Amandemen UUD 1945 telah memberikan perubahan besar bagi Dewan Perwakilan Rakyat, karena dasar yuridis DPR semakin diperkuat setelah amandemen UUD 1945.

III.           Penutup/Kesimpulan
Setelah Indonesia Merdeka dan diterapkannya UUD 1945, maka para pendiri bangsa mereformulasikan keberadaan lembaga perwakilan dalam wadah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang beranggotakan 60 orang. Komite inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya badan legislatif di Indonesia. Selama pasca kemerdekaan hingga era reformasi, keberadaan dan fungsi lembaga legislatif kemudian menyesuaikan pasang surut pergantian konstitusi dan rezim yang berkuasa. Dalam kurun masa tersebut hingga saat ini, Indonesia telah menerapkan dua model sistem pemerintahan yang berbeda, yakni: sistem parlementer dan presidensial. Serta tiga konstitusi berbeda pula; UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 dan UUD 1945 hasil Amandemen.
Namun, meskipun pernah menggunakan dua sistem pemerintahan yang berbeda dan beberapa konstitusi yang berbeda, fungsi legislasi (kekuasaan pembentukan undang-undang) di Indonesia berada dalam pola yang hampir sama, yakni dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan DPR. Perbedaan justru terjadi hanya dalam format kelembagaan legislatif, yakni berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem parlementer. Badan legislatif pada masa ini dibagi menjadi dua kamar (bikameral), yaitu Senat dan DPR. Serta berdasarkan UUD 1945 Hasil Amamdemen yang menganut sistem presidensial. Lembaga legislatif pada masa ini dibagi menjadi dua kamar tidak murni (semi-bikameral), yaitu DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Amandemen terhadap UUD 1945 yang terjadi hingga empat kali (1999-2002), membawa banyak implikasi ketatanegaraan. Beberapa perubahan tersebut yaitu perubahan sistem pemilihan lembaga legislatif (DPR dan DPD) yang dilakukan secara langsung oleh rakyat. DPR merupakan representasi dari jumlah penduduk sedangkan DPD merupakan representasi dari wilayah. Implikasi lanjutannya adalah terjadi perubahan dalam proses legislasi di negara ini. Namun, karena ketidaksempurnaan amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945, relasi yang muncul dalam lembaga perwakilan (DPR dan DPD) menjadi timpang. DPR memegang kekuasaan legislatif yang lebih besar dan DPD hanya sebagai badan yang memberi pertimbangan kepada DPR dalam soal-soal tertentu. Sementara dasar pertimbangan teoritis hadirnya DPR dan DPD dalam lembaga legislatif adalah untuk membangun mekanisme kontrol dan keseimbangan (check and balances) antar cabang kekuasaan negara dan antar lembaga legislatif sendiri.



Referensi
Arifin, Firmansyah, dkk. Lembaga negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara.    Jakarta: KHRN, 2005
Kusnardi, Moh. dan Bintan Saragih. Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta : PT gramedia, 1978.
Huda, Ni’matul. UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Joeniarto. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta : PT Bina Aksara, 1984.
Kansil, C.S.T, dan Cristine S.T Kansil, Hukum Tata Nagara Republik Indonesia. Jakart : PT RINEKA CIPTA, 2008.
Redaksi penerbit Asa Mandiri, Tiga Undang- Undang Dasar Republik Indonesia. Jakarta : Penerbit Asa Mandiri, 2006.
Asshiddiqie, jimlly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2010.

No comments:

Post a Comment